Mengikuti Upacara Selametan Adat Jawa
Antara Doa, Rasa Syukur, dan Kebersamaan
Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan ikut dalam sebuah upacara selametan di kampung halaman. Meski saya sering mendengarnya, tapi setiap kali hadir, ada saja pengalaman baru yang membuat saya merasa dekat dengan tradisi leluhur.
Suasana Malam Selametan
Biasanya, selametan digelar malam hari. Rumah yang mengadakan hajat terasa lebih ramai dari biasanya. Tikar digelar, kursi-kursi ditata seadanya, dan aroma masakan mulai tercium dari dapur. Para tetangga sudah berdatangan, duduk lesehan dengan wajah ramah.
Yang menarik, tak ada undangan resmi. Cukup dengan undangan lisan oleh yang punya hajat, semua warga pun datang dengan sukarela. Di sinilah saya menyadari bahwa selametan bukan sekadar ritual, melainkan cara orang Jawa menjaga guyub rukun.
Doa Bersama yang Khidmat
Acara biasanya dimulai dengan sambutan singkat dari tuan rumah, lalu dilanjutkan doa bersama. Seorang sesepuh atau modin memimpin doa dengan suara tenang. Kami semua menunduk, memohon keselamatan, kelancaran, dan keberkahan dari Tuhan.Di momen itu, saya merasa ada suasana hening yang khas—semacam ketenangan batin yang muncul ketika orang-orang berkumpul dengan niat yang sama: berdoa untuk kebaikan.
Sajian Penuh Makna
Nah, bagian yang selalu saya tunggu adalah saat makanan dibagikan. Ada tumpeng kecil, ingkung ayam, jenang, dan kue apem. Setiap sajian ternyata bukan sekadar hidangan, tapi punya makna simbolis.
-
Tumpeng melambangkan doa agar manusia semakin dekat dengan Sang Pencipta.
-
Ingkung ayam sering dimaknai sebagai bentuk kepasrahan dan keikhlasan.
-
Apem berasal dari kata afwan yang berarti permohonan maaf.
Bubur nerah - putih atau biasa di sebut jenang sengkala adalah perlambang permohonan keselamatan serta untuk menghargai kehadiran sedulur papat ( saudara gaib Manusia).
Lebih dari Sekadar Ritual
Bagi sebagian orang modern, mungkin selametan dianggap kuno. Namun, ketika saya benar-benar hadir dan ikut dalam suasana itu, saya bisa merasakan betapa berharganya tradisi ini.
Selametan bukan hanya tentang doa, tapi juga tentang merawat kebersamaan, saling mendoakan, dan mengingat bahwa kita hanyalah manusia yang butuh keselamatan dan ridha Tuhan.
Saya pulang malam itu dengan hati hangat. Ada rasa syukur bisa menjadi bagian dari tradisi yang terus hidup di tengah masyarakat Jawa.
Berikut ini saya sertakan rekaman saat Pak Modin yang bernana Pak Warsi'i mengikrarkan doa Selamatan