Tuesday, January 31, 2012

Travel Blog Taiwan, Menyusuri Keindahan Gunung Hen Hua San Bersalju

Petualangan di Gunung Hen Hua San, Taiwan

Ada sebuah perjalanan yang selalu lekat dalam ingatan saya—perjalanan ke Gunung Hen Hua San di Kawasan Taman Nasional Taroko, Taiwan, ketika bumi sedang berselimut putih dan udara penuh dengan butiran salju yang jatuh pelan. Kami bersembilan waktu itu, rombongan kecil yang berangkat bukan hanya untuk liburan, tetapi juga untuk mencari pengalaman yang mungkin tidak akan datang dua kali.


Awal Perjalanan

Pagi itu, udara Sinchu terasa menusuk, dan kabar dari teman-teman membuat hati kami semakin bersemangat: “Di Hen Hua San sedang turun salju.” Bagi sebagian besar dari kami yang tinggal di daerah tropis, salju hanyalah cerita di film, foto di kartu pos, atau bayangan dingin di kepala. Kini, kami punya kesempatan untuk merasakannya langsung.

Mini Bus yang kami tumpangi melaju menembus jalanan berliku menuju pegunungan. Dari kaca jendela, perlahan pemandangan berubah: pepohonan yang semula hijau mulai tertutup putih tipis, atap rumah desa diselimuti bintik-bintik es, dan udara semakin berkabut. Di dalam bus, kami semua sibuk bersorak, menunjuk ke luar jendela, seperti anak-anak yang baru saja menemukan dunia baru.


Jejak Pertama di Salju

Setiba di Hen Hua San, kami berhamburan keluar. Embusan angin dingin langsung menyergap, menusuk hingga ke tulang. Tapi kegembiraan mengalahkan rasa menggigil. Salju turun dengan lembut, menempel di rambut, jaket, dan sarung tangan.

Salah satu dari kami, yang paling usil, segera membungkuk dan mengepalkan segenggam salju pertama. Tidak perlu menunggu lama, bola salju itu melayang, tepat mengenai bahu seorang teman. Tawa meledak. Seperti tak ada yang bisa menahan diri, kami pun saling lempar bola salju, berlari kecil di jalur pegunungan, hingga napas terengah dan wajah memerah karena udara dingin bercampur tawa.


Hen Hua San dan Cerita Lokal

Di sela-sela perjalanan, pemandu kami bercerita. Nama “Hen Hua San” memiliki makna puitis dalam bahasa Mandarin—sering diterjemahkan sebagai “Gunung Bunga yang Indah.” Konon, di musim semi, lerengnya dipenuhi bunga liar berwarna-warni, seolah gunung diselimuti karpet alami. Namun di musim dingin, gunung ini berubah wajah: bukan lagi bunga, melainkan salju yang menutupinya, tetap indah dengan caranya sendiri.

Ada pula cerita rakyat yang menyebut bahwa roh penjaga gunung tinggal di hutan pinus. Roh ini dipercaya menjaga keseimbangan alam, sehingga para pendaki sering diminta untuk tidak berisik atau merusak pepohonan. Mendengar itu, kami jadi semakin hati-hati, menapaki jalur dengan rasa hormat. Rasanya seolah kami sedang berjalan di halaman rumah seorang kawan yang sedang menjamu.


Menyusuri Jalur Pegunungan

Hen Hua San memang indah. Jalurnya yang melintasi pepohonan pinus tampak magis ketika tertutup salju. Dahan-dahan menjuntai, seakan menunduk memberi salam kepada setiap pejalan. Langkah kaki kami meninggalkan jejak di tanah putih, derapnya berirama dengan suara alam yang hening.

Kadang kami berhenti, hanya untuk menengadah, menatap butiran salju yang turun perlahan dari langit abu-abu. Rasanya seperti sedang berada dalam dunia lain, dunia yang hanya ada dalam dongeng.

Di sebuah titik, pemandangan terbuka. Dari ketinggian, terlihat hamparan pegunungan menjauh, berlapis-lapis, diselimuti putih bersih. Kami berdiri di sana lama sekali, nyaris tanpa kata, hanya saling menatap dan tersenyum. Ada rasa haru yang sulit dijelaskan: perasaan kecil di hadapan semesta, tapi sekaligus bahagia karena bisa merasakan momen bersama.


Hangatnya Kebersamaan

Dingin yang menggigit membuat kami akhirnya mencari tempat berteduh. Ada sebuah kedai kecil di dekat jalur wisata, dengan jendela berembun dan pintu kayu sederhana. Begitu masuk, aroma sup panas dan teh jahe menyeruak. Kami langsung duduk, menghangatkan tangan di dekat mangkuk dan cangkir yang mengepul.

Pemilik kedai, seorang wanita tua dengan senyum ramah, sempat bercerita bahwa salju di Hen Hua San tak selalu datang tiap tahun. Kadang hanya sebentar, kadang tebal dan bertahan lama. “Kalian beruntung,” katanya, “hari ini gunung sedang murah hati.”

Di meja kayu itu, kami bercengkerama. Ada yang bercerita tentang pengalaman pertamanya melihat salju, ada yang sibuk merekam video, ada pula yang hanya diam, menikmati rasa syukur bisa hadir di tempat itu. Gelak tawa kembali pecah, menyingkirkan rasa dingin yang membekap.


Penutup Perjalanan

Hari mulai beranjak sore. Salju masih turun, meski tidak selebat sebelumnya. Kami kembali menuju bus dengan langkah pelan, seolah enggan meninggalkan suasana magis di Hen Hua San. Sesekali saya menoleh ke belakang, melihat jejak kaki yang mulai samar tertutup salju baru.

Di perjalanan pulang, suasana hening. Bukan karena lelah, tapi karena masing-masing larut dalam pikirannya. Saya tahu, di hati kami tersimpan rasa yang sama: rasa syukur, rasa kagum, dan rasa ingin suatu hari kembali lagi.

Gunung Hen Hua San telah memberi kami hadiah: pengalaman sekali seumur hidup, ketika dunia putih menyelimuti bumi, budaya lokal hadir dalam cerita, dan sembilan orang sederhana merayakan kebersamaan dalam pelukan salju. Liburan yang mengesankan....




Kebersamaan yang akan selalu menjadi kenangan sepanjang HAYAT.....
TAROKO National Park - Hua Lien, Taiwan.

No comments:

Post a Comment